Kehilangan Taring di Wilayah Sendiri : Polsek Wajak Diduga Lumpuh Hadapi Karaoke Berkedok Carwash , Cafeboy berpesta diatas moral yang terancam
Kehilangan Taring di Wilayah Sendiri : Polsek Wajak Diduga Lumpuh Hadapi Karaoke Berkedok Carwash , Cafeboy berpesta diatas moral yang terancam
MALANG // Koran Merah Putih –
Bayangkan sebuah tempat yang seolah hanyalah carwash biasa di tepi jalan, tapi begitu malam tiba, berubah jadi sarang kemaksiatan dan pusat perputaran uang haram. Di Jalan Raya Codo–Wajak, Kabupaten Malang, berdiri bangunan bertopeng “Cafe Boy”, sebuah tempat karaoke liar berkedok cucian mobil yang kini jadi buah bibir warga dan simbol paling telanjang dari runtuhnya wibawa hukum di Kecamatan Wajak.
Dari luar, tampak tenang. Tapi begitu masuk ke belakang, neraka kecil itu menyala. Musik menghentak dari empat ruang karaoke kedap suara, botol mikol berjejer seperti peluru moral, dan 13 wanita muda berpakaian minim hilir mudik menawarkan “layanan hiburan” kepada para pengunjung. Inilah “Carwash Setan”, tempat yang bukan hanya mencuci mobil, tapi juga mencuci uang haram dan mencuci nurani aparat.
Seorang warga sekitar yang berhasil ditemui Redaksi media ini dan menolak disebutkan namanya berkata getir, “Dari luar kelihatannya tempat cuci mobil, tapi di dalamnya empat room karaoke. LC nya 13 orang, Mas. Izin usahanya gak jelas. Dulu izinnya cuma kafe kecil di Kidangbang, tapi sekarang pindah dan ganti jadi karaoke. Ini penipuan terang-terangan. Negara dibodohi.”
Menurut warga, tempat itu buka sejak siang hingga tengah malam, tanpa papan izin, tanpa pajak, tanpa pengawasan. Bahkan beberapa kali terlihat mobil aparat berhenti di depan lokasi, namun tidak pernah ada tindakan.
“Kalau aparat sudah lihat tapi pura-pura gak tahu, berarti sudah ada yang ‘mengatur’. Kalau gak tahu, berarti diduga sudah masuk angin” seru warga lain dengan nada marah.
Seorang karyawan di lokasi dengan polos mengaku, “Dulu ini carwash, terus dijadiin kafe, sekarang jadi karaoke. LC-nya 13 orang, Mas. Tiap malam rame. Jam 10 pagi buka lagi.” ujar karyawan cafeboy
Pernyataan ini memperkuat bahwa “Cafe Boy” bukan sekadar tempat hiburan biasa, tapi bisnis ilegal yang menjual kemaksiatan secara terang-terangan, tanpa rasa takut sedikit pun terhadap hukum. Dan yang lebih memuakkan, semua ini terjadi di wilayah hukum Polsek Wajak sendiri.
Regulasi Dilanggar Secara Brutal, Hukum Dicabik Tanpa Malu, Hasil penelusuran menunjukkan “Cafe Boy” telah menabrak sederet aturan perundang-undangan, UU Nomor 32 Tahun 2004 misalnya, UU yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah, diPasal 157 huruf (a) dan (b): setiap usaha wajib memiliki izin sah dari pemerintah daerah. Namun Faktanya, Cafe Boy tidak memiliki izin apa pun. UU Nomor 28 Tahun 2009 juga menyebutkan tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 2 dan 35: setiap tempat hiburan wajib membayar pajak hiburan, Artinya, setiap malam uang mengalir deras, tapi tidak satu rupiah pun masuk ke kas daerah.
Perda Kabupaten Malang Nomor 3 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Usaha Hiburan dan Rekreasi: Pasal 8 dan 10 mewajibkan izin operasional dan izin penjualan mikol. “Cafe Boy” menjual miras secara bebas diduga dilakukan tanpa izin.
Pasal 55 dan 56 KUHP : siapa pun yang mengetahui atau membiarkan pelanggaran hukum dapat dijerat pidana. Artinya, aparat yang diam bisa ikut terjerat. Pasal 303 KUHP juga melarang praktik hiburan liar dan kegiatan yang merusak moral publik. Apakah Kegiatan di Cafe Boy tidak jelas melanggar pasal ini secara brutal??.
Kanit Polsek Bungkam, Kapolsek Diduga Masuk Angin, Ketika dikonfirmasi Redaksi Gemparnews dan LSM GEMPAR, Kanit Polsek Wajak hanya menjawab singkat melalui WhatsApp “Siap pak, akan saya laporkan ke pimpinan dulu.”
Jawaban itu menampar logika publik. Bagaimana mungkin aparat yang bertugas menegakkan hukum justru terkesan bingung di wilayah hukumnya sendiri ?.
Apakah aparat benar-benar tidak tahu, atau pura-pura tidak tahu karena ada “angin pelicin” yang meniup nurani mereka hingga tumpul ?
Lebih parah lagi, saat Kapolsek Wajak dimintai tanggapan melalui telpon genggam berbasis aplikasi WhatsApp, ia dengan enteng menjawab “Usaha karaoke ya, mungkin lebih tepatnya ke Dinas Perizinan kali ya.”
Pernyataan itu justru membuka dugaan bahwa pihak Polsek sudah kehilangan independensi dan keberanian. Bukannya menegakkan hukum, mereka malah melempar tanggung jawab.
Ketua Umum DPP LSM GEMPAR (Generasi Muda Peduli Aspirasi Rakyat) saat dihubungi Redaksi Media ini mengecam keras pembiaran ini.
“Kalau polisi bilang tidak tahu, berarti sistemnya mati. Kalau tahu tapi diam, berarti nuraninya yang mati,” ujarnya tajam.
Ia menegaskan, pihaknya akan melayangkan surat resmi ke Polres Malang, Propam, Paminal, hingga Inspektorat Daerah untuk menyelidiki dugaan keterlibatan oknum aparat dalam pembiaran karaoke ilegal ini.
“Kalau terbukti ada aparat yang bermain mata dengan pengusaha busuk, kami akan desak pencopotan dan proses hukum tanpa ampun!”
LSM GEMPAR juga menduga ada jaringan mafia hiburan malam yang bermain di bawah tangan, menyalurkan dana suap ke oknum tertentu agar tempat-tempat seperti “Cafe Boy” bisa beroperasi tanpa gangguan. Setiap malam, uang haram jutaan rupiah berputar, tapi PAD Kabupaten Malang tetap bocor.
“Rakyat kecil disuruh bayar pajak sampai keringat habis, tapi para pemilik usaha haram ini bebas berpesta dengan uang kotor. Ini penghinaan terhadap keadilan sosial,” ujar Ketua GEMPAR geram.
“Cafe Boy” bukan sekadar bangunan dengan lampu redup dan musik keras. Ia adalah simbol dari hancurnya moral pejabat dan aparat di akar rumput.
Selama tempat seperti ini terus dibiarkan hidup, hukum hanya jadi lelucon, keadilan hanya jadi jargon kosong.
“Carwash ini mencuci mobil, mencuci moral, dan mencuci uang haram — bahkan ikut mencuci hati aparat yang seharusnya menjaga negeri,” tutur Ketua GEMPAR menutup dengan nada getir.
Kini publik menunggu, Apakah Polres Malang dan Pemerintah Kabupaten Malang akan bergerak, atau justru ikut tenggelam dalam busa kotor “Carwash Setan” yang telah menelan wibawa hukum di Kecamatan Wajak?

