Program Makan Bergizi Gratis Dinodai Dugaan Kepentingan Pribadi Anggota DPRD Jatim

Img 20251003 wa0016

Sidoarjo, Jumat, 3 Oktober 2025 – Koran Merah Putih Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang selama ini digembar-gemborkan sebagai salah satu langkah mulia dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat, kini justru menimbulkan tanda tanya besar. Program yang dirancang untuk membantu warga kurang mampu dan pelaku UMKM ini diduga mulai “dilirik” oleh pihak-pihak yang memiliki kekuasaan.

Dugaan tersebut mencuat setelah sebuah mobil operasional MBG ditemukan terparkir di depan Rumah Sakit Sheila Medika, yang berlokasi di Jalan By Pass Juanda, Kabupaten Sidoarjo. Dari penelusuran lebih lanjut, mobil tersebut diketahui milik salah satu anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, yaitu Dr. Benyamin.

Temuan ini langsung memicu perhatian publik. Pasalnya, keberadaan politisi aktif yang turut terlibat langsung dalam proyek MBG menimbulkan pertanyaan: apakah program ini masih berpihak pada rakyat kecil, atau sudah disusupi kepentingan pribadi?

Salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa Dr. Benyamin tidak hanya memiliki kendaraan operasional, namun juga disebut-sebut telah “menggarap” proyek MBG di sejumlah titik di wilayah Kabupaten Sidoarjo. Informasi ini tentu sangat memprihatinkan, mengingat peran anggota dewan seharusnya berada di posisi pengawasan, bukan sebagai pelaksana atau bahkan penerima manfaat langsung dari proyek-proyek pemerintah.

Program MBG sendiri memiliki tujuan utama untuk membantu masyarakat kurang mampu, sekaligus memberdayakan UMKM lokal agar bisa berkembang melalui pengadaan makanan sehat dan bergizi. Dukungan pemerintah ini diharapkan menjadi peluang emas bagi pelaku usaha kecil yang selama ini terkendala modal dan akses pasar.

Namun dengan adanya dugaan keterlibatan anggota dewan dalam pelaksanaan proyek tersebut, kepercayaan publik terhadap niat baik program MBG mulai goyah. “Seharusnya program ini jadi peluang bagi pelaku usaha kecil. Tapi kalau justru dikuasai oleh pejabat yang punya akses lebih, ini jelas tidak adil,” kata sumber tersebut.

Fenomena seperti ini juga menunjukkan bahwa fasilitas dan tunjangan yang sudah cukup besar bagi anggota dewan rupanya belum memuaskan. Dalam budaya Jawa, sifat ini disebut sebagai “kemaruk”, yakni keinginan untuk terus menumpuk keuntungan tanpa memikirkan hak orang lain.

Pakar tata kelola pemerintahan menilai bahwa keterlibatan pejabat publik dalam proyek-proyek pemerintah bisa menimbulkan konflik kepentingan, terutama jika tidak disertai transparansi dan prosedur yang jelas. Ketika pengawasan dijalankan oleh pihak yang juga ikut bermain di dalam proyek, maka integritas program menjadi sangat diragukan.

Berbagai pihak pun mulai mendorong agar dugaan ini ditindaklanjuti secara serius oleh instansi terkait, seperti Inspektorat, BPK, atau bahkan aparat penegak hukum. Transparansi harus ditegakkan, agar niat baik dari program-program sosial seperti MBG tidak tercoreng oleh perilaku oknum yang mencari keuntungan pribadi.

Masyarakat berharap bahwa pemerintah bisa menjamin proyek MBG tetap berjalan sesuai tujuannya: meningkatkan gizi warga dan membuka jalan bagi UMKM untuk tumbuh. Bukan malah menjadi celah baru bagi para pemilik kekuasaan untuk meraih keuntungan tambahan di luar kewenangannya.

Jika benar terbukti ada penyimpangan atau pelanggaran etika, maka tindakan tegas harus diambil. Hanya dengan langkah nyata dan terbuka, kepercayaan publik terhadap wakil rakyat dapat dikembalikan. Rakyat butuh program yang berpihak kepada mereka – bukan proyek yang jadi rebutan elit politik. (Red)

Leave a Reply