Misteri Pembangunan Desa Boteng: RAB dari Dinas Pekerjaan Umum, Kades Bungkam

GRESIK || Koran Merah Putih.com –
Proyek pembangunan Tembok Penahan Tanah (TPT) di Dusun Boteng, Desa Boteng, Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik, kini menjadi bahan gunjingan panas di tengah masyarakat. Pasalnya, proyek yang menggunakan dana Bantuan Keuangan Tahun Anggaran 2025 sebesar Rp100 juta itu dinilai janggal dan tidak transparan.
Papan proyek yang terpasang jelas mencantumkan volume pekerjaan hanya sepanjang 25 meter, dengan rincian lebar atas 0,30 meter, lebar bawah 1,00 meter, dan tinggi 2,60 meter. Dengan hitungan sederhana saja, banyak warga yang menilai anggaran sebesar itu terlalu berlebihan alias tidak masuk akal.
Yang lebih mengagetkan, menurut keterangan Kepala Desa Boteng, dana yang cair baru setengah dari total anggaran, yakni Rp50 juta. Sementara di papan proyek justru tertera dua tahap pencairan, masing-masing Rp50 juta, dengan status “belum realisasi”. Fakta ini semakin memperkuat dugaan bahwa ada ketidakberesan dalam mekanisme pencairan maupun perencanaan proyek.
Ketua Pelaksana Kegiatan (PK) sendiri mengakui bahwa Rencana Anggaran Biaya (RAB) bukan dibuat oleh desa, melainkan langsung oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU). Artinya, kendali perencanaan penuh ada di tangan dinas, bukan murni dari TPK desa.
Saat dikonfirmasi, Kepala Desa Boteng terlihat hati-hati dan seolah enggan membuka banyak fakta. Ia hanya mengatakan dana yang masuk baru separuh, tanpa bisa menyebut siapa anggota dewan yang melobi atau memperjuangkan bantuan tersebut.
“Saya tidak tahu siapa anggota dewan yang melantarkan bantuan ini. Yang saya tahu, RAB itu dari Dinas PU, bukan dari kami. Dana cair baru Rp50 juta,” ujarnya singkat.
Ketidakjelasan ini membuat masyarakat semakin bertanya-tanya: siapa sebenarnya dalang di balik proyek yang disebut-sebut sebagai “titipan dewan” itu?
Keresahan masyarakat pun makin memuncak. Banyak warga menilai proyek ini terlalu kecil untuk dana sebesar Rp100 juta.
S (47), warga Dusun Boteng, dengan nada geram mengatakan:
“Kalau hitung-hitungan kasar, bangunan sepanjang 25 meter dengan ukuran segitu mustahil menelan biaya Rp100 juta. Materialnya bisa dihitung, upah tukang juga bisa dikira-kira. Jangan-jangan ada ‘uang siluman’ yang tidak masuk ke proyek. Warga sini bukan bodoh, kami bisa menilai!”
Sementara itu, A (38), warga lain, juga melontarkan kritik pedas.
“Dari dulu kalau ada proyek desa, selalu saja ada kejanggalan. Kali ini lebih parah lagi, papan proyek jelas-jelas menuliskan anggaran besar tapi hasil pekerjaannya kecil. Kami hanya bisa mengelus dada, tapi tetap berharap ada aparat penegak hukum yang turun,” ujarnya.
Lebih keras lagi, SRT (55), tokoh masyarakat Boteng, mendesak agar inspektorat segera turun.
“Ini jelas-jelas proyek bancakan. Kalau anggaran Rp100 juta hanya untuk bangunan segitu, ini bukan lagi pemborosan, tapi indikasi korupsi. Jangan sampai rakyat kecil jadi korban permainan elit. Kami akan kawal terus proyek ini,” tegasnya.
Yang membuat masalah ini semakin panas adalah tidak jelasnya siapa anggota dewan yang membawa bantuan tersebut. Kepala desa pun mengaku tidak tahu-menahu, sehingga masyarakat menduga proyek ini hanyalah “titipan gelap” yang sengaja dikaburkan.
Dengan fakta bahwa RAB dibuat langsung oleh Dinas PU, muncul dugaan bahwa proyek ini hanyalah formalitas untuk menghabiskan anggaran, tanpa memperhatikan efektivitas dan transparansi.
Proyek TPT Desa Boteng kini bagaikan bara dalam sekam. Dana besar, volume kecil, pencairan setengah, dan aktor politik yang tak jelas asal-usulnya membuat masyarakat mencium kuat bau mark up anggaran.
Jika dihitung dengan perbandingan harga material di pasaran dan ongkos tukang, masyarakat yakin anggaran Rp100 juta tidak sebanding dengan hasil di lapangan. Dengan kata lain, ada potensi kerugian negara yang nyata.
Warga Desa Boteng kini bersatu meminta Inspektorat Kabupaten Gresik, APIP, hingga aparat penegak hukum turun tangan mengaudit proyek tersebut. Mereka tak ingin dana bantuan yang seharusnya untuk pembangunan desa malah berubah jadi “ladang bancakan” oknum-oknum tertentu.
“Kalau dibiarkan, desa ini akan selalu jadi sapi perah. Kami sudah muak dengan proyek yang isinya cuma permainan angka. Audit harus segera dilakukan, jangan tunggu sampai semuanya terbongkar sendiri,” tutup Slamet dengan suara lantang.