Img 20251127 wa0036

Dugaan Salah Tangkap dan Penyiksaan Warga Miskin Tuban: Keluarga Laporkan Oknum Jatanras ke Propam Polda Jatim, Menuntut Keadilan Tanpa Kompromi

Tuban // Koran Merah Putih — Potret kelam penegakan hukum kembali mencoreng institusi kepolisian, kali ini diduga dilakukan oleh oknum Unit Resmob Jatanras Polres Tuban. Seorang warga Desa Sidorejo, Kecamatan Kenduruan, Kabupaten Tuban, bernama Muhari, resmi melaporkan dugaan tindakan brutal yang dialami anaknya ke Kapolda Jawa Timur dan Kabid Propam Polda Jatim.

Laporan tersebut berisi tuduhan mengenai penangkapan tanpa prosedur, kekerasan ekstrem, penyiksaan fisik, tindakan arogan, serta pelanggaran SOP secara telanjang oleh oknum anggota Jatanras Polres Tuban. (27/11/2025)

Kasus ini dianggap keluarga sebagai tamparan keras bagi institusi Polri. Semboyan melindungi, mengayomi, dan melayani seolah hanyalah slogan kosong, ketika oknum petugas diduga bertindak semena-mena, apalagi kasus yang dituduhkan kepada korban, pencurian semangka, tidak pernah terbukti secara hukum.

Menurut keluarga, tindakan oknum tersebut diduga dilakukan demi kepentingan pribadi, mengabaikan sepenuhnya prosedur penangkapan, pemeriksaan, dan penyidikan. Kronologi Versi Keluarga: Penangkapan Tengah Malam, Kekerasan, dan Penyiksaan Berlapis

Senin malam, 5 Oktober 2025, sekitar pukul 22.00–23.00 WIB di Dusun Jetis, Desa Sidomukti, Kenduruan.
Dua unit mobil Jatanras Polres Tuban datang secara tiba-tiba dan langsung memasuki rumah keluarga Rifai.

Tanpa menunjukkan surat tugas, tanpa salam, tanpa prosedur apa pun, beberapa anggota diduga langsung mencekik dan menjambak anak Muhari yang saat itu dikira Rifai. Setelah diberi tahu bahwa orang tersebut bukan Rifai, barulah oknum tersebut melepaskannya.

Rifai yang baru bangun usai menidurkan bayinya, diseret keluar rumah, dimasukkan ke dalam mobil petugas, lalu mulutnya dilakban, sambil dianiaya dan diinterogasi di perjalanan menuju Polsek Kenduruan.

Di Polsek Kenduruan, Rifai mengaku menerima perlakuan keji, Dipukul menggunakan rotan, Beberapa kali disulut menggunakan rokok, Dipukuli berkali-kali sambil diinterogasi.

Setelah itu ia dipindahkan ke Polsek Bangilan, lokasi TKP. Di sini, kekerasan diduga jauh lebih sadis, Wajahnya ditutup memakai gendongan bayi yang terbawa saat ia diseret, kemudian disiram air hingga sulit bernapas, sementara tangannya terborgol.

Di Polres Tuban, menurut pengakuan korban, kekerasan tidak berhenti. Rifai dipaksa mengakui perbuatan yang tidak pernah ia lakukan.
Karena tetap menolak mengakui, Rifai betulang dipukuli, bahkan kakinya ditumbuk menggunakan batu hingga ia tidak mampu berdiri.

Dalam kondisi hampir pingsan, Rifai sempat ditempatkan satu sel dengan Sanaji dan tersangka lain yang justru menyarankan agar Rifai mengaku agar berhenti dipukuli. Akhirnya Rifai menyerah setelah tubuhnya tidak kuat lagi menahan siksaan.

Melihat kondisi korban yang ambruk, petugas membawa Rifai ke RSUD Koesma Tuban. Dokter memasang infus melalui vena di kaki karena kedua tangannya bengkak besar penuh luka rotan dan tidak bisa digunakan. Rifai dirawat selama tiga hari.

Namun, meski masih dalam kondisi lemah dan masih menggunakan infus, Rifai kemudian dipindahkan kembali ke basecamp Jatanras Polres Tuban dengan alasan “menunggu lukanya kering.”

Tanggal 25, Ketua RT menerima telepon agar menjemput Rifai. Korban dibebaskan begitu saja, dengan alasan yang disampaikan secara lisan

“Kami lepaskan karena Polres Tuban lagi baik hati.”

Tidak ada selembar kertas pun yang diberikan keluarga tentang alasan penangkapan maupun dasar penahanannya.

Keluarga Menuntut Pertanggungjawaban, dalam wawancara dengan K2R News, Muhari menegaskan

“Saya sebagai orang tua tidak menerima perlakuan seperti itu. Dari awal sampai akhir, tidak ada satu pun surat yang kami terima. Anak saya diperlakukan seperti hewan.”

Setelah kembali dari basecamp Jatanras, Muhari bersama perangkat desa mendatangi rumah Sanaji untuk menanyakan keterlibatannya. Sanaji, menurut keluarga, mengaku menyebut nama Rifai karena unsur dendam lama.

Atas seluruh rangkaian kejadian yang dianggap keji, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat keluarga, Muhari resmi mengadukan oknum-oknum tersebut ke Propam Polda Jawa Timur dan meminta, Penegakan hukum tanpa tebang pilih, Pemeriksaan etik seluruh petugas terkait, Transparansi proses, Jaminan perlindungan bagi keluarga korban.

Kasus ini kini menjadi perhatian publik Tuban dan sekitarnya. Keluarga berharap agar Polda Jawa Timur bergerak cepat, objektif, dan memberi keadilan bagi rakyat kecil yang merasa diinjak oleh aparat yang seharusnya melindungi.

(Bersambung). Red

Leave a Reply