MAKI Jatim Ungkap Praktik Gratifikasi di RSUD Malang, Soroti Dugaan Perlindungan Pejabat Tinggi Pemprov Jatim 

Img 20251122 wa0026

SurabayaKoran Merah Putih Sabtu 22 November 2025 Dugaan praktik korupsi di lingkungan rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur kembali mencuat setelah Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Jawa Timur mengungkap adanya permintaan fee sebesar 20% oleh oknum Wakil Direktur di salah satu RSUD Malang. Kasus ini menyoroti lemahnya pengawasan internal dalam pengadaan barang dan jasa di sektor kesehatan milik pemerintah daerah.

Tim Litbang dan Investigasi MAKI Jatim telah melakukan pendalaman investigasi terhadap tata kelola keuangan dan mekanisme pengadaan di rumah sakit tersebut. Menurut MAKI, mengakses manajemen internal rumah sakit bukanlah hal mudah karena adanya dugaan praktik tertutup dan resistensi dari pihak internal. Namun, tim investigasi berhasil mengumpulkan keterangan dari sejumlah vendor yang pernah terlibat dalam proyek pengadaan barang dan jasa di RSUD Malang.

Beberapa vendor mengungkap bahwa oknum berinisial “KUR”, yang menjabat sebagai Wakil Direktur, meminta fee 20% dari total nilai proyek untuk kepentingan pribadi. Permintaan itu dilakukan secara langsung dan tidak memiliki dasar kebijakan resmi dari rumah sakit maupun Pemprov Jatim. MAKI juga mengklaim memiliki bukti pendukung berupa rekaman percakapan dan dokumen lain yang memperkuat dugaan praktik koruptif tersebut.

Lebih lanjut, MAKI Jatim menelusuri dugaan keterlibatan pejabat tinggi Pemprov Jatim yang diduga memberikan perlindungan kepada oknum Wadir. Dugaan ini diperkuat oleh fakta bahwa promosi sang oknum ke posisi Wakil Direktur disebut-sebut mendapat restu langsung dari pejabat bersangkutan. MAKI menilai terdapat hubungan simbiosis mutualisme yang menguntungkan kedua pihak, termasuk kesepakatan loyalitas dan pola kerja tertentu yang mengamankan posisi oknum tersebut.

Ketua MAKI Jatim, Heru, menegaskan bahwa timnya masih melengkapi bukti hukum untuk melaporkan kasus ini ke aparat penegak hukum. “Kami sedang merampungkan bukti yang relevan dengan unsur pelanggaran sesuai UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 dan perubahan UU Nomor 20 Tahun 2021. Jika semua bukti lengkap, laporan resmi akan segera diserahkan,” tegas Heru.

Heru juga menekankan bahwa pengawasan kasus ini tidak hanya ditujukan kepada oknum Wadir, tetapi juga pihak-pihak yang diduga menjadi pelindung di tingkat birokrasi. Hal ini dinilai penting agar praktik korupsi yang bersifat sistematis tidak terus berlangsung.

Temuan ini menjadi peringatan bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk memperkuat pengawasan internal di rumah sakit, terutama dalam pengadaan barang dan jasa yang selama ini menjadi titik rawan penyimpangan. Publik pun menunggu langkah tegas dari pemerintah dan aparat hukum untuk memastikan dugaan praktik suap ini diusut secara transparan dan akuntabel.

Kasus ini sekaligus menegaskan pentingnya reformasi tata kelola fasilitas kesehatan milik pemerintah agar lebih bersih, transparan, dan bebas dari praktik yang merugikan negara maupun masyarakat.(Red)

Leave a Reply