Warga Mulyodadi Tuntut Transparansi Desa dalam Sengketa Lahan dan Proyek Infrastruktur

Oplus 2

Sidoarjo, 21 November 2025 —Koran Merah Putih Ketegangan antara warga Desa Mulyodadi, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo, dengan pemerintah desa kembali mencuat setelah masyarakat menuntut kejelasan atas sejumlah persoalan yang dianggap berlarut-larut tanpa penyelesaian. Warga menilai pemerintah desa kurang transparan, khususnya dalam menangani tiga isu utama yang berkaitan erat dengan tanah, legalitas proyek, dan tata kelola aset desa.

Salah satu persoalan yang memicu gejolak adalah sengketa pembangunan jalan belakang di Dusun Kwarengan. Ketidakpuasan warga memuncak setelah dua ahli waris, Ismiati dan Mamik Rustianingsih Putri almarhum Rifa’i, menancapkan patok di tengah jalur proyek sebagai bentuk protes. Peringatan tegas dipasang, menyatakan bahwa sebagian lahan yang digunakan dalam proyek itu merupakan tanah bersertifikat milik keluarga mereka dan tidak boleh dimanfaatkan tanpa izin resmi dari ahli waris.

Persoalan ini sejatinya berawal sejak 2017. Warga menuturkan bahwa pembangunan jalan tersebut dilakukan tanpa prosedur resmi, tanpa musyawarah, dan tanpa kajian lingkungan seperti AMDAL. Sejumlah warga bahkan mengaku baru mengetahui lahannya terdampak proyek setelah alat berat meratakan tanah tanpa pemberitahuan sebelumnya. Kondisi tersebut membuat mereka merasa dirugikan dan kehilangan lahan produktif secara sepihak.

Untuk memperjuangkan hak mereka, warga kemudian menggandeng Gerakan Satu Ibu Pertiwi (GSIP) Sidoarjo. Lembaga tersebut telah melayangkan surat permintaan klarifikasi sejak 2023, namun hingga kini belum mendapat jawaban yang memadai dari pihak pemerintah desa.

Melihat persoalan yang semakin kompleks, GSIP kembali melayangkan surat resmi kepada Kepala Desa Mulyodadi, Slamet Priyanto, untuk meminta penjelasan menyeluruh terhadap tiga permasalahan yang kini menjadi fokus tuntutan warga, yaitu:

1. Status lahan dan administrasi proyek pembangunan jalan belakang Dusun Kwarengan.

2. Sengketa lahan di Blok III atau Blok Lori, Dusun Gabus.

3. Polemik pembangunan lapak BUMDes di lapangan sepak bola Dusun Gabus.

Warga menuntut agar pemerintah desa membuka seluruh dokumen legalitas, memperjelas status pertanahan, serta memastikan seluruh proses pembangunan mengikuti aturan dan mekanisme resmi. Mereka juga memberikan tenggat waktu untuk memastikan pemerintah desa segera merespons secara transparan.

Sebagai langkah antisipasi terhadap potensi kriminalisasi, GSIP Sidoarjo turut mengirim surat kepada Kapolresta Sidoarjo untuk meminta perlindungan hukum. Mereka juga memberi tahu bahwa warga akan memasang banner dan papan peringatan di lokasi sengketa sebagai penegasan kepemilikan lahan.

Jika Pemerintah Desa Mulyodadi kembali mengabaikan tuntutan tersebut, warga menyatakan siap melanjutkan kasus ini ke tingkat hukum yang lebih tinggi, termasuk Kepolisian, Kejaksaan, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), khususnya apabila ditemukan dugaan penyalahgunaan wewenang dalam tata kelola aset desa.

Persoalan yang terjadi di Desa Mulyodadi kini menjadi sorotan luas, mencerminkan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Konflik ini sekaligus menjadi pengingat bahwa pembangunan yang tidak mengikuti mekanisme formal dapat memicu dampak sosial yang serius dan berkepanjangan.(Tim)

Leave a Reply