Cerobong PT Multi Sarana Indo Tani Diduga Cemari Lahan, Petani Lengkong Tuntut Keadilan Lingkungan

Img 20251110 wa0005

Mojokerto, Senin 10 November 2025 —Koran Merah Putih Keresahan melanda para petani di Desa Lengkong, Kecamatan Mojoanyar, Kabupaten Mojokerto. Mereka mengaku mengalami penurunan hasil panen yang cukup drastis sejak cerobong asap milik PT Multi Sarana Indo Tani—perusahaan yang bergerak di bidang obat-obatan dan bibit pertanian—diarahkan langsung ke lahan pertanian mereka. Dugaan pencemaran udara dan tanah pun menyeruak, memicu ketegangan antara warga dan pihak perusahaan.

Img 20251110 wa0009

Kondisi ini membuat para petani tak tinggal diam. Mereka melaporkan persoalan tersebut ke Lembaga Pemantau Penyelenggara Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (LP3-NKRI) untuk meminta advokasi. Menindaklanjuti laporan tersebut, Hadi Susanto, anggota Tim Advokasi LP3-NKRI yang juga Ketua DPD LBH PHIGMA Provinsi Jawa Timur, bersama Sumidi, Ketua DPK LP3-NKRI Mojokerto, langsung turun ke lapangan guna melakukan investigasi dan pengambilan sampel air serta tanah dari area terdampak.

Hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh lembaga independen menunjukkan temuan mencengangkan: beberapa unsur air dan tanah di area pertanian tidak memenuhi baku mutu lingkungan. Fakta ini memperkuat dugaan bahwa aktivitas produksi PT Multi Sarana Indo Tani telah menimbulkan pencemaran yang berdampak langsung terhadap produktivitas pertanian warga sekitar.

Mediasi di Balai Desa Lengkong Buntu, Perusahaan Tolak Kompensasi

Sebagai upaya mencari solusi damai, Pemerintah Desa Lengkong memfasilitasi mediasi terbuka antara para petani terdampak dan pihak perusahaan di Balai Desa Lengkong. Turut hadir dalam pertemuan tersebut antara lain perangkat desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), serta Babinsa Koramil Mojoanyar.

Dalam forum mediasi, pihak LP3-NKRI memaparkan hasil laboratorium yang membuktikan adanya pencemaran lingkungan. Namun, perwakilan PT Multi Sarana Indo Tani menolak tudingan tersebut dan enggan memberikan kompensasi dengan alasan belum ada bukti yang secara langsung menghubungkan penurunan hasil panen dengan aktivitas cerobong pabrik mereka.

“Kami sudah beritikad baik untuk menyelesaikan persoalan ini lewat musyawarah, tapi pihak perusahaan tetap tidak mau memberikan kompensasi. Kalau seperti ini, langkah hukum menjadi pilihan terakhir,” ujar Hadi Susanto dengan tegas di hadapan awak media usai mediasi berakhir tanpa kesepakatan.

Hasil Panen Merosot, Petani Kian Terpuruk

Sementara itu, para petani mengaku telah merasakan dampak nyata sejak cerobong pabrik dialihkan ke arah timur, tepat menghadap area persawahan. Sukir, salah satu petani terdampak, menceritakan bahwa hasil panennya turun tajam sejak perubahan arah cerobong tersebut.

“Sebelum cerobong dipindah, hasil panen saya bisa mencapai 1 ton 8 kwintal. Sekarang tinggal seperempatnya saja. Dulu waktu cerobong masih di belakang, daun bambu saja bisa kering kena asapnya, apalagi sekarang langsung ke sawah,” tuturnya penuh kecewa.

Warga menduga kandungan bahan kimia dalam asap pabrik ikut mengendap di udara dan jatuh ke tanah maupun saluran irigasi, menyebabkan tanaman mudah menguning, tumbuh tidak normal, bahkan gagal panen. Dampak itu kian terasa terutama saat pabrik beroperasi penuh dalam jangka waktu lama.

Temuan LP3-NKRI: Indikasi Pencemaran Lingkungan Serius

Menurut hasil investigasi yang dilakukan oleh LP3-NKRI, aktivitas cerobong industri PT Multi Sarana Indo Tani diduga telah melanggar standar pengelolaan limbah dan emisi udara. Hadi Susanto menjelaskan bahwa pabrik pertanian yang tidak menerapkan sistem penyaringan emisi yang baik dapat menimbulkan berbagai bentuk pencemaran, baik udara, air, maupun tanah.

“Pencemaran udara bisa menurunkan kualitas pernapasan warga, sementara residu dari limbah udara yang jatuh ke tanah dapat menurunkan kesuburan dan merusak ekosistem mikro di lahan pertanian,” jelasnya.

Ia merinci empat potensi dampak lingkungan yang ditemukan di lapangan:

1. Pencemaran udara, akibat emisi gas buang yang tidak disaring dengan baik.

2. Penurunan kualitas tanah, karena partikel limbah industri yang mengendap di permukaan sawah.

3. Pencemaran air irigasi, yang berdampak pada pertumbuhan tanaman padi.

4. Kerusakan vegetasi, ditandai dengan daun mengering, pertumbuhan tidak normal, dan menurunnya hasil gabah.

Hadi menegaskan bahwa perusahaan harus bertanggung jawab atas dampak lingkungan yang ditimbulkan dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengelolaan limbah serta arah cerobong asap. “Jika tidak ada perbaikan, kami akan mengambil langkah hukum sesuai dengan mekanisme yang berlaku,” ujarnya tegas.

Pemerintah Didorong Turun Tangan, Petani Minta Perlindungan

Melihat kebuntuan dalam penyelesaian kasus ini, LP3-NKRI mendesak Pemerintah Kabupaten Mojokerto bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk segera turun tangan melakukan audit lingkungan menyeluruh terhadap aktivitas PT Multi Sarana Indo Tani.

“Ini bukan sekadar soal kompensasi bagi petani, tetapi tentang keberlanjutan ekosistem pertanian dan perlindungan masyarakat dari dampak industri. Pemerintah harus hadir dan tegas menegakkan aturan lingkungan hidup,” ujar Sumidi, Ketua DPK LP3-NKRI Mojokerto.

Ia juga menambahkan bahwa kasus ini harus menjadi pelajaran penting bagi setiap pelaku industri agar senantiasa memperhatikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan melibatkan masyarakat dalam pengawasan kegiatan industri.

Langkah Hukum Mengintai, Petani Tak Akan Menyerah

Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT Multi Sarana Indo Tani belum memberikan tanggapan resmi atas tuntutan para petani maupun hasil uji laboratorium yang disampaikan LP3-NKRI. Namun, lembaga tersebut menegaskan siap melanjutkan kasus ini ke ranah hukum apabila tidak ada titik temu dalam waktu dekat.

“Langkah hukum bukan pilihan pertama, tapi ketika dialog gagal dan masyarakat dirugikan, maka itu menjadi satu-satunya jalan demi keadilan lingkungan,” tutur Hadi.

Para petani berharap pemerintah dan aparat terkait dapat menjadi penengah yang adil, bukan hanya untuk mengganti kerugian, tetapi juga memastikan lahan pertanian mereka kembali subur dan bebas pencemaran. “Kami ingin bertani dengan tenang, tanpa khawatir panen gagal lagi,” ujar Sukir, dengan nada penuh harap.

Harapan Baru untuk Lingkungan Mojokerto

Kasus dugaan pencemaran dari cerobong PT Multi Sarana Indo Tani kini menjadi perhatian serius di wilayah Mojokerto. Masyarakat berharap agar pemerintah segera turun tangan melakukan penegakan hukum dan pengawasan lingkungan yang lebih ketat, demi melindungi kelestarian alam serta kesejahteraan petani.

Bagi warga Desa Lengkong, perjuangan mereka bukan sekadar soal panen yang menurun, tetapi tentang hak untuk hidup dalam lingkungan yang sehat dan lestari. Sebab, sebagaimana diungkapkan oleh salah satu petani, “Kalau tanah kami rusak, maka masa depan anak cucu kami juga ikut hilang.”(Tim)

Leave a Reply