Saat Tragedi Melanda Al Khoziny, DPRD Jatim Tak Hadir: Rakyat Bertanya, Wakil Kami di Mana?

Sidoarjo, 1 Oktober 2025 —Koran Merah Putih Musibah tragis menimpa masyarakat Sidoarjo. Bangunan Masjid dan Pondok Pesantren Al Khoziny yang berada di kawasan Buduran runtuh secara tiba-tiba pada Senen siang. Peristiwa memilukan ini menyebabkan satu orang meninggal dunia dan puluhan lainnya mengalami luka-luka.
Tangis dan kepanikan mewarnai suasana di sekitar lokasi kejadian. Para santri dan warga sekitar berusaha menyelamatkan korban sebelum bantuan tiba. Tim gabungan dari BPBD Jawa Timur, BPBD Sidoarjo, Basarnas, TNI, Polri, dan Kementerian Sosial dikerahkan untuk membantu proses evakuasi. Seluruh tim bekerja tanpa henti demi menyelamatkan para korban dari tumpukan puing-puing.
Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo segera datang ke lokasi, menunjukkan perhatian dan komitmen mereka terhadap warganya. Tak berselang lama, Wakil Gubernur Jawa Timur juga hadir langsung. Bahkan, Ibunda Gubernur Jatim mempercepat kepulangannya dari kegiatan dinas di Sumatera Selatan untuk meninjau langsung lokasi tragedi.
Sayangnya, dari semua pihak yang menunjukkan kepedulian tersebut, tidak tampak satu pun anggota DPRD Jawa Timur yang hadir di lokasi. Ketidakhadiran mereka memicu pertanyaan besar di kalangan masyarakat: Ke mana para wakil rakyat saat rakyatnya sedang tertimpa musibah?
Ketika Rakyat Menderita, Wakilnya Justru Tak Ada
Kritik keras datang dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Wilayah Jawa Timur. Mereka menyesalkan sikap diam dan ketidakhadiran para anggota DPRD, terlebih lagi dari daerah pemilihan (dapil) Sidoarjo yang seharusnya merasa paling bertanggung jawab.
> “Mereka dipilih oleh rakyat, dibayar oleh rakyat, tapi saat rakyat menderita, mereka justru tidak muncul. Ini bukan sekadar soal absen, tapi ini soal nurani dan tanggung jawab,” ujar Heru, Ketua MAKI Jatim, saat diwawancarai di lokasi kejadian.
Tidak berhenti pada kritik, MAKI Jatim bahkan meluncurkan petisi publik bertajuk #BubarkanDewanJatim, sebagai bentuk kekecewaan terhadap para anggota dewan yang dianggap tidak peka terhadap penderitaan rakyat. Petisi ini mulai menyebar luas di media sosial dan mendapat dukungan dari berbagai kalangan masyarakat.
> “Kami siap memimpin aksi damai di depan kantor DPRD Jatim. Ini bukan soal politik, ini soal kemanusiaan. Kalau mereka tidak bisa menunjukkan empati, rakyat berhak mempertanyakan keberadaan mereka,” tegas Heru.
Menurutnya, kehadiran wakil rakyat di lokasi bencana bukan hanya untuk seremonial atau pencitraan, melainkan bentuk nyata dari dukungan moral dan kepedulian terhadap konstituen yang mereka wakili. Apalagi, dalam suasana duka seperti ini, rakyat sangat membutuhkan kehadiran pemimpinnya sebagai penyemangat.
Jurang antara Wakil dan Rakyat Kian Nyata
Peristiwa ini membuka mata banyak orang bahwa ada jurang yang semakin lebar antara rakyat dan sebagian wakilnya di parlemen. Ketika masyarakat bergerak membantu korban, wakil rakyat justru tidak menampakkan kepedulian.
> “Kalau pun mereka sedang bertugas di luar kota, masa tidak ada satu saja yang bisa kembali? Ini bukan soal jadwal kerja, ini soal empati. Di mana hati nurani mereka?” lanjut Heru.
Kekecewaan masyarakat kini terus bergulir. Tak sedikit yang merasa bahwa wakil rakyat di DPRD Jatim sudah tidak lagi merepresentasikan suara dan kebutuhan rakyat. Jika terus dibiarkan, bukan tak mungkin kepercayaan terhadap lembaga legislatif daerah akan semakin luntur.
Kini, bola panas ada di tangan DPRD Jatim. Akankah mereka memberikan klarifikasi atas ketidakhadiran tersebut? Ataukah mereka memilih tetap bungkam dan menunggu amarah rakyat mereda?
Satu hal yang jelas: bencana ini bukan hanya menyisakan luka fisik, tetapi juga luka batin — karena rakyat merasa sendirian di tengah penderitaan, sementara wakil mereka yang seharusnya hadir, justru menghilang.(Red)