Koperasi Bahana Lintas Nusantara (BLN) Cabang Kediri Tersandung Kasus dugaan Izin Operasional, Penipuan dan Penggelapan

Kediri, Jawa Timur – Koran Merah Putih Koperasi Bahana Lintas Nusantara (BLN) cabang Kediri, yang dikelola oleh Nicholas Nyoto Prasetyo, atau yang akrab disapa Nicho, kini menjadi sorotan publik. Hal ini menyusul pengungkapan sejumlah fakta mengejutkan terkait operasional koperasi tersebut oleh Koordinator Korban Koperasi BLN, Hadi dari Lembaga Perlindungan Perempuan dan Pemberdayaan Nasional Koperasi Indonesia (LP3-NKRI).Minggu(27/7/25)
Hadi mengungkapkan bahwa BLN diduga tidak memiliki izin operasional yang sah dan banyak korban yang mengeluh namun tidak tahu harus melapor ke mana. Berdasarkan hasil investigasi LP3-NKRI, koperasi ini memang terdaftar di Kementerian Koperasi dan UMKM sejak 2024 serta di Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Tengah pada tahun sebelumnya. Namun, ironisnya, BLN disinyalir tidak mematuhi persyaratan perizinan yang diperlukan untuk beroperasi.
“Begitu juga dalam menghimpun dana dari masyarakat, BLN diduga tidak memiliki izin dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan) atau instansi terkait,” ungkap Hadi kepada awak media.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa Koperasi BLN memiliki kesamaan dengan perusahaan MLM yang sering bermasalah. Informasi dari beberapa korban menyebutkan bahwa operasional kantor BLN telah ditutup sejak 1 November 2023 karena perizinan yang belum lengkap. Penutupan ini bahkan diumumkan secara resmi melalui surat pengumuman kepada anggota koperasi dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT) Koperasi BLN di Surakarta, yang turut dihadiri oleh perwakilan Dinas Koperasi.
Sumber dari kalangan masyarakat mengonfirmasi bahwa sudah lebih dari tiga bulan tidak ada transaksi uang masuk atau keluar dari koperasi tersebut. Hadi menegaskan bahwa LP3-NKRI akan berkoordinasi dengan Dinas Koperasi untuk mendapatkan kejelasan lebih lanjut mengenai legalitas Koperasi BLN.
Lebih lanjut, Hadi menyoroti dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh BLN. Menurutnya, berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM), koperasi harus memiliki izin OJK untuk bisa menjalankan kegiatan sebagai badan hukum LKM secara sah. Ia juga menekankan bahwa dugaan tindak pidana penggelapan dalam jabatan telah terjadi, di mana pengurus koperasi diduga menggunakan dana koperasi untuk usaha tanpa izin tertulis dari RAT.
Dugaan tindak pidana penipuan juga muncul, terutama terkait dengan ketidakpatuhan Koperasi BLN dalam memenuhi janji bagi hasil dana simpanan program “Sipintar”, yang secara sepihak diubah menjadi program “Sijangkung” tanpa persetujuan anggota.
Kasus ini menambah deretan masalah yang dihadapi oleh koperasi-koperasi di Indonesia dan menjadi perhatian serius semua pihak terkait untuk memastikan perlindungan hak-hak anggota koperasi serta kepatuhan terhadap regulasi yang ada.(Tim)