Biaya PTSL di Desa Klampitan Kediri Diduga Mencekik Warga, Ketua Pokmas Sebut Ada Kontrak Politik

Kediri || Koran Merah Putih.com –
Pelaksanaan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Klampitan, Kecamatan Purwoasri, Kabupaten Kediri, berubah menjadi polemik serius. Alih-alih menjadi program yang membantu rakyat, warga justru mengeluh karena biaya yang dipatok mencapai Rp650.000 per bidang tanah. Nominal tersebut dinilai memberatkan, terlebih hingga kini tak ada regulasi undang-undang yang secara jelas mengatur pungutan sebesar itu.
Saat dikonfirmasi awak media, Ketua Kelompok Masyarakat (Pokmas) yang ditunjuk warga untuk mengelola program ini menyatakan bahwa biaya tersebut adalah hasil kesepakatan internal. “Saya hanya menjalankan amanah warga yang mengangkat saya sebagai ketua Pokmas. Masalah biaya itu hasil kesepakatan bersama,” ujarnya.
Namun, penjelasan tersebut tidak memuaskan. Dalam keterangannya, Ketua Pokmas juga menyebut adanya kepentingan politik di balik program yang sejatinya merupakan agenda pemerintah pusat. “Ini ada kontrak politik dengan orang nomor satu di Kediri,” ungkapnya, yang justru menambah tanda tanya besar soal arah dan tujuan sebenarnya dari program ini.
Meski warga belum diminta melakukan pembayaran resmi, proses pemberkasan dan pengukuran tanah sudah berlangsung. Banyak pihak menilai cara ini mengesankan bahwa warga sedang diarahkan untuk membayar, meski dasar hukumnya tidak jelas.
Sejatinya, PTSL adalah program pemerintah pusat yang bertujuan memberikan kepastian hukum atas kepemilikan tanah rakyat tanpa membebani mereka dengan biaya yang memberatkan. Namun, pelaksanaan di Desa Klampitan seakan jauh dari spirit itu. Pernyataan Ketua Pokmas tentang adanya “kontrak politik” dan kepentingan “para tuan tanah” justru membuka dugaan adanya praktik yang menyimpang dari tujuan utama PTSL.
Masyarakat mendesak pemerintah daerah maupun pihak berwenang segera turun tangan untuk mengaudit dan mengevaluasi pelaksanaan program di desa ini. Jika benar ada kepentingan politik dan pungutan yang tidak berdasar, hal itu dikhawatirkan akan merusak kepercayaan publik terhadap program nasional yang semestinya membantu rakyat kecil.