Pemdes Siap Bertanggung Jawab dalam Konsekuensi Apapun:Diduga ada permainan dana irigasi, SPJ fiktif HIPPA bisa seret Kades Kasreman Kandangan ke jeruji besi,Aparat Penegak Hukum Di minta Tuntaskan Dugaan Penyimpangan

Incollage 20250715 164206028

Kediri, Jawa Timur –Koran Merah Putih Proyek Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3TGAI) di Desa Kasreman Kecamatan Kandangan, Kabupaten Kediri, kini berada di bawah sorotan tajam. Tim pemantau lapangan LP3-NKRI telah meluncurkan sebuah investigasi mendalam,Pada Selasa 17 Juni 2025 Pukul 9:40Wib mengungkapkan dugaan kepalsuan dalam Surat Pertanggungjawaban (SPJ) penggunaan dana. Manipulasi seperti ini dapat berujung pada pelanggaran hukum yang serius.Selasa (15/7/25)

Img 20250715 Wa0172

Program P3TGAI ini, yang diharapkan dapat memperbaiki infrastruktur irigasi pertanian dengan melibatkan masyarakat, khususnya kelompok Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) atau Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A), ternyata menghadapi tantangan besar. Di Desa Kasreman, kelompok penerima bantuan mencatatkan penerimaan dana sebesar Rp195 juta dalam dua tahap dari kas negara. Namun, dugaan rekayasa laporan SPJ mencuat setelah ditemukan kejanggalan mencolok dalam pencatatan, pembayaran tenaga kerja, dan rincian pelaksanaan fisik yang tidak mencerminkan kenyataan di lapangan.

Dalam dokumen SPJ yang dibuat oleh HIPPA setempat, tampak upaya untuk menutupi kekurangan dengan cara yang terlihat mematuhi Peraturan Menteri PUPR No. 4 Tahun 2021 mengenai P3TGAI. Namun, tim LP3-NKRI menemukan ketidaksesuaian yang nyata antara laporan tersebut dan kondisi fisik aktual. Yang lebih mengkhawatirkan, manipulasi tampaknya melibatkan banyak pihak, mulai dari pendamping lapangan hingga perangkat desa, menimbulkan kecurigaan akan adanya konspirasi sistematis untuk mengelabui pengawas dan BBWS, lembaga penanggung jawab teknis dari pusat.

Apabila tuduhan ini terbukti benar, individu-individu yang terlibat dapat dikenakan sanksi berat. Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menegaskan, setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri atau orang lain hingga merugikan keuangan negara dapat dijatuhi hukuman penjara minimal 4 tahun hingga seumur hidup serta denda hingga Rp200 juta. Selain itu, Pasal 263 KUHP mengatur tentang pemalsuan dokumen, dengan ancaman maksimum 6 tahun penjara bagi yang membuat dokumen palsu.

Dalam situasi yang tegang ini,Saat Tim LP3- NKRI Klarifikasi Via Whasap pada Tanggal 25 Juni 2025 Pukul 10:35 Wib dengan Kepala Desa setempat memberikan pernyataan yang tidak hanya tegas, tetapi juga kontroversial, menyatakan bahwa pemdes siap menanggung konsekuensi dari tindakan mereka. “Semua sudah sesuai prosedur. Kalau memang ada yang menilai salah, silakan hukum berjalan. Kami siap diproses sesuai ketentuan yang berlaku,” ujarnya melalui pesan. Namun, pernyataannya justru menambah ketidakpastian dan spekulasi, terutama ketika ia dan HIPPA menggunakan istilah “aspirator,” yang tidak dikenali dalam struktur pelaksanaan teknis P3TGAI, seolah mengisyaratkan adanya intervensi pihak luar yang tidak seharusnya terlibat.

Satu realitas yang menyedihkan, tujuan mulia dari P3TGAI untuk meningkatkan kesejahteraan petani di lapangan justru tercoreng oleh skandal ini. Proyek yang seharusnya menciptakan lapangan kerja dan memberdayakan masyarakat kini terlihat sebagai fasilitas bagi praktik korupsi dan penyelewengan. Tim investigasi LP3-NKRI sangat mendesak BBWS agar segera melakukan audit menyeluruh, dan membuka peluang untuk pemeriksaan ulang yang rinci terhadap dokumen SPJ. “Program ini sangat penting bagi petani. Jangan sampai dicemari oleh tindakan oknum yang ingin memperkaya diri secara tidak etis. Harus ada evaluasi dan penegakan hukum,” tegas perwakilan LP3-NKRI.

Bersamaan dengan temuan ini, LP3-NKRI secara resmi meminta Aparat Penegak Hukum, termasuk Kepolisian dan Kejaksaan, untuk menuntaskan dugaan rekayasa SPJ serta penyimpangan dalam proyek P3TGAI di Desa Klampisan. Jika terdapat kerugian negara dan unsur kesengajaan dalam pelaporan perlakuan palsu, semua pihak yang terlibat harus dipertanggungjawabkan sesuai hukum tanpa pandang bulu. “Hukum harus ditegakkan. Tidak ada tempat bagi pelaku penyimpangan dana rakyat. Jangan tunggu hingga masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap program negara,” tegas LP3-NKRI dalam rilisnya.

Kasus ini harus menjadi pelajaran bagi seluruh individu yang terlibat dalam program bantuan pemerintah, bahwa pengawasan publik saat ini semakin ketat dan transparan. Proyek padat karya seharusnya menjadi sarana pemberdayaan, bukan sekadar pintu masuk bagi korupsi. Jika benar ada pelanggaran, maka semua yang terlibat harus siap untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka di hadapan hukum.(Tim)

Leave a Reply