3 Oknum Polsek Wonokromo Dilaporkan ke Propam, Diduga Terlibat Pemerasan terhadap Karyawan Toko Bogajaya

Img 20250520 Wa0149

Surabaya || Koran Merah Putih.com – Tiga oknum anggota Polsek Wonokromo dilaporkan ke Bidang Propam Polda Jawa Timur atas dugaan keterlibatan dalam kasus pemerasan terhadap tujuh karyawan toko Bogajaya. Laporan ini diajukan oleh Nat, salah satu korban, setelah upaya mediasi yang difasilitasi Kanit Reskrim Polsek Wonokromo gagal mencapai penyelesaian.

Nat, yang didampingi oleh kuasa hukumnya dari Lembaga Hukum Indonesia, Dilly Wibowo, mengungkap bahwa pihaknya telah melaporkan Mon dan kawan-kawan—termasuk suami dari Direktur PT Bogajaya—atas dugaan intimidasi, ancaman kekerasan, dan pemerasan.

“Sudah terbit laporan polisi terkait dugaan pemerasan dengan ancaman kekerasan, dan pengaduan terhadap tiga oknum anggota Polsek Wonokromo juga telah diterima oleh petugas Bidang Propam,” ujar Dilly kepada awak media di Gedung BidPropam Polda Jatim, Senin (20/5).

Lebih lanjut, Nat juga melaporkan adanya dugaan kriminalisasi terhadap dirinya dan sejumlah rekan karyawan oleh SP, selaku Direktur Bogajaya. Surat panggilan klarifikasi dari Polrestabes Surabaya yang diterimanya dianggap tidak sah lantaran disertai surat perintah penyelidikan (SP.Lidik) tanpa nomor dan tanggal.

“Saya sampaikan ke Propam bahwa surat panggilan ini tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Ini mencurigakan,” tegas Dilly.

Sebelumnya, Dilly telah melayangkan somasi kepada SP, Mon, dan pemilik toko Bogajaya, Bud, serta cucunya CC, atas dugaan intimidasi dan kekerasan verbal yang disaksikan oleh tiga oknum anggota Unit Reskrim Polsek Wonokromo. Dalam klarifikasi kepada Nat dan Dilly, Kanit Reskrim Ipda M. Zahari membenarkan bahwa tiga anggotanya, yakni Aiptu Git, Adr, dan San, turut hadir dalam peristiwa tersebut dan tidak bertindak sesuai prosedur.

Sebagai tindak lanjut, Kanit Reskrim mencoba mempertemukan para pihak di ruang Reskrim Polsek Wonokromo. Namun, dalam pertemuan tersebut, hanya Aiptu Git dan SP yang hadir. Ketika dikonfirmasi mengenai pencairan dana Rp2 juta yang diduga sebagai “jasa polisi,” SP membantah, mengklaim bahwa dana tersebut untuk biaya urusan kepolisian.

“SP berdalih dana itu untuk pengacara pribadinya, bukan untuk anggota polisi,” terang Dilly.

Karena tidak ada iktikad baik dari pihak terlapor, Nat melanjutkan proses hukum ke Polda dan Bidang Propam. Dilly menyayangkan bahwa somasi yang dikirim untuk penyelesaian damai justru dibalas dengan laporan pidana terhadap para korban atas tuduhan penggelapan.

“Ini bentuk dugaan kriminalisasi. Kami akan sampaikan seluruh fakta dan bukti kepada penyidik Polrestabes,” tegas Dilly.

Dalam pertemuan mediasi sebelumnya, Dilly juga mengingatkan penasihat hukum SP agar mempertimbangkan dampak hukum dan reputasi terhadap brand Bogajaya. “Jika kasus ini naik ke media, bukan hanya nama baik SP yang tercoreng, tetapi juga pemilik merek Bogajaya yang bisa dirugikan secara perdata,” ujarnya.

Dilly yang datang dari Pekanbaru dengan biaya pribadi demi membela hak-hak korban, menegaskan bahwa langkahnya murni berdasarkan nurani. “Saya tidak bela maling. Saya membela hak-hak sahabat dan karyawan kecil yang diperas oleh atasannya,” pungkas Dilly.

Kasus ini masih dalam proses penyelidikan oleh pihak Polda Jatim dan Bidang Propam. Publik menanti transparansi dan keadilan dalam penanganan dugaan pemerasan yang menyeret aparat kepolisian ini.

Leave a Reply